Tepatnya pada 22 Desember 1959, Hari Ibu ditetapkan oleh bapak
presiden pertama melalui Dekrit Presiden Nomor 316. Misi penetapan Hari
Ibu itu tidaklah lain kecuali untuk mengenang dan tidak melupakan
sejarah semangat perjuangan kaum perempuan khususnya kaum ibu menuju
kemerdekaan dan pembangunan bangsa Indonesia.
Disebutkan bahwa 22 Desember adalah tonggak sejarah perjuangan
kemerdekaan oleh kaum ibu dan perempuan Indonesia. Pada 22/12 sampai
dengan 25/12/1928 mereka melaksanakan kongres perempuan Indonesia yang
pertama di Yogjakarta, sebagai symbol dari perhimpunan pergerakan
perjuangan kaum perempuan merebut kemerdekaan bangsa.
Kongres itu beranggotakan sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota
di Jawa dan Sumatera. Bagian dari agenda pokok yang mereka tetapkan
adalah mensinergikan organisasi-organisasi perempuan Indonesia dalam
sebuah federasi dengan menghapus titik-titik perbedaan latar belakang
politik, suku, status social, dan bahkan agama guna mnuju persatuan
melawan kemerdekaan indonesia.(detik.com)
Dan dari kongres perempuan pertama, dihasilkan beberapa rumusan
rekomendasi penting terhadap pemerintah diantaranya adalah sebagai
berikut: mengijinkan kaum perempuan untuk ikut berjuang melawan
kemerdekaan, memberikan ruang bagi kaum perempuan untuk ikut
berpartisipasi dalam segala aspek pembangunan bangsa, pemberian beasiswa
terhadap anak perempuan, pembangunan infrastruktur sekolah perempuan,
penolakan tradisi perkawinan anak perempuan dibawah umur termasuk kawin
paksa, pemberlakuan syarat-syarat perceraian yang tidak merugikan hidup
kaum perempuan, pemberian gizi dan kesehatan bagi kaum ibu dan anak
perempuan dan beberapa poin penting lainnya.
Hal demiklianlah, yang mendasari pentingnya kita khususnya kaum ibu
mengenang jasa-jasa mereka agar tidak dituduh melupakan sejarah. Namun
dibalik pengenangan dan peringatan itu kita jangan cuma terlena dan
terbuai dengan kemilangan mereka, sehingga kita melupakan akan peranan
kaum ibu dalam mencetak generasi bangsa saat ini. Bagaimanakah semangat
juang kaum ibu saat ini dalam melahhirkan generasi bangsa yang baik?
Adakah dalam diri mereka kesemangatan untuk melahirkan pahlawan-pahlawan
masa kini? Atau malah sebaliknya?
Sangatlah pas pada moment ini jika kita menelisik dan melihat kembali
realitas peranan kaum ibu dalam mencetak dan mendidik generasi bangsa
yang baik. Pasalnya, ibu adalah pendidik pertama dan utama bagi gerasi
bangsa. Ibu adalah sekolah terdepan yang sangat menentukan karakter
peserta didik. Ibu adalah sebagai barometer baik tidaknya suatu
generasi. Generasi yang baik akan ditentukan oleh benar tidaknya ibu
mengasuh dan mendidik sang anak sebagai generasi bangsa. Generasi akan
baik dan unggul jika ibu mengasuh dan mendidiknya dengan baik.
Namun setelah kita membaca realitas kaum ibu saat ini, banyak dari
mereka yang kurang baik bahkan tidak becus mengasuh dan mendidik
anaknya. Mereka mengesampingkan dan bahakn melupakan tugas-tugas
keibuan. Mereka lebih terlena dan terbuai dengan tugas-tugas yang berbau
meterialistik terbawa arus mengayikkan. Sehingga tak sedikit dari
generasi bangsa saat ini yang mempunyai mental ciut, tidak beradab dan
tidak bermoral, yang berpotensi membuat kerusakan dan kekerasan.
Hal itu terjadi, karena mereka kaum ibu tidak sadar bahwa tugas-tugas
kibuan itu merupakan bentuk dan wujud dari perjuangan yang sngat mulia
dan istimewa baik secara vertical maupun horizontal. Maka dari itu
diharuskan bagi pemerintah, berbagai elemen masyarakat lainnya dan kaum
bapak untuk membantu dan membangunkan mereka dari hal-hal yang dapat
mengalihkan kaum ibu dari tugas pokoknya sebgai ibu. Karena bagaimanapun
tidak keharmonisan suatu Negara dan bangsa sangat bergantung pada
generasinya. Jika generasi baik maka Negara juga akan baik. Dan generasi
tak akan pernah baik jika kaum ibu tidak betul-betul baik untuk menjadi
sekolah yang baik.
SELAMAT MEMPERINGATI HARI IBU!
Semoga kaum ibu masa kini betul-betul sadar akan peranannya sebagai ibu,
untuk kemudian mereka mempunyai tekad yang sungguh-sungguh untuk
melahirkan generasi yang baik, beradab dan bermora
Cari Blog Ini
Sabtu, 21 Desember 2013
Siapa masih punya Malu, tanda Dia masih Beriman!
SATU di
antara sebab utama terjadinya problem bahkan konflik di muka bumi ini
adalah karena tidak adanya rasa malu. Nihilnya rasa malu, menjadikan
manusia lebih buas dari buaya, lebih ganas dari singa dan lebih jahat
dari binatang buas lainnya.
Tetapi
tetap saja, rasa malu dianggap sebagai hal biasa. Sudah tidak banyak
lagi yang menyadari bahwa rasa malu sejatinya sangat menentukan segala
sesuatu, termasuk nasib suatu bangsa dan negara.
Seperti
apa yang belakangan ini marak terjadi, korupsi, ketidakadilan,
perselingkuhan, perampokan dan pembunuhan dan berbagai macam tindak
kemaksiatan, termasuk yang kini lagi populer di ibu kota negara dengan
istilah ‘cabe-cabean’, semua berawal dari tidak adanya rasa malu.
Malu
ini adalah satu bentuk akhlak yang paling penting dari setiap Muslim.
Akhlak yang sangat berpenaruh pada individu, keluarga, dan masyarakat.
Namun sayang, akhlak ini seakan-akan sudah asing dalam kehidupan.
Kini,
banyak berita di media yang isinya saling salah-menyalahkan, saling
berlomba untuk diakui yang terhebat, terdepan dan terpercaya. Bahkan ada
yang pamer aurat, cipika-cipiki dengan lawan jenis yang tidak halal.
Arti Malu
Dalam buku Akhlaq al-Mu’min
yang ditulis oleh Amru Muhammad Khalid, malu diartikan sebagai
terkendalinya jiwa. Yakni, ketidakmampuan seorang Muslim melakukan
perbuatan-perbuatan tercela atau sesuatu yang buruk. Dengan kata lain,
Muslim yang pemalu adalah Muslim yang tidak bisa melihat dirinya hina di
hadapan Allah Ta’ala, di hadapan manusia, atau di hadapan dirinya
sendiri.
Dengan
demikian, Muslim yang pemalu adalah Muslim yang mulia. Ia memuliakan
dirinya di hadapan Allah, di hadapan manusia, dan di hadapan dirinya
sendiri. Berarti, Muslim yang pemalu adalah Muslim yang benar-benar kuat
keimanannya, sehingga ia tidak melakukan kehinaan meski terhadap
dirinya sendiri, lebih-lebih kepada orang lain, apalagi kepada Allah
Ta’ala.
Kata haya’ yang artinya malu berasal dari kata ‘hayah’
yang artinya ‘Kehidupan.’ Karena itu kalau kita berkata, “Orang itu
malu,” berarti orang itu memiliki denyut kehidupan yang kuat, sehingga
ia benar-benar menjaga diri agar tidak terperosok dalam kehinaan.
Jadi,
tidak salah jika ada ungkapan seperti ini, “Manusia yang paling
sempurna hidupnya adalah manusia yang paling sempurna rasa malunya.”
Malu bukan Minder
Namun
demikian, masih banyak orang yang salah paham. Malu kadangkala dianggap
sebagai sifat rendah diri alias minder. Padahal, keduanya sangatlah
jauh berbeda. Menurut satu pendapat, minder diartikan sebagai
kebingungan yang muncul pada diri manusia sebagai akibat dari situasi
tertentu.
Lebih
dari itu, minder tidak berasal dari keimanan yang kuat. Ia justru lahir
dari sifat pengecut dan dari sifat takut. Karena pribadi yang minder
adalah pribadi yang lemah, yang tidak mengetahui nilai dirinya.
Sedangkan
malu, tidak bersumber dari sifat buruk seperti pengecut dan penakut.
Malu bersumber dari keimanan yang kuat, sehingga Muslim yang pemalu
adalah Muslim yang menjauhi segala bentuk kehinaan.
Bagian dari Iman
Rasulullah bersabda, “Iman mempunyai enam puluh lebih cabang. Dan malu adalah salah satu cabangnya.” (HR. Bukhari).
Mari
kita kaji secara logis, mengapa dari enam puluh cabang iman malu yang
beliau sampaikan? Berarti, malu adalah pengantar terbaik seorang Muslim
sampai pada 59 cabang iman lainnya. Mengapa?
Dengan
malu, seorang Muslim tidak akan berzina, menampakkan auratnya kepada
semua orang, mencuri apalagi korupsi. Bahkan dengan malu seorang Muslim
tidak akan menghina atau membicarakan aib saudaranya. Jadi, malu bisa
mencegah seorang Muslim dari berbuat jahat.
Kemudian, secara naqli, Rasulullah menjelaskan pada hadits yang lainnya. “Malu seluruhnya baik.” (HR. Muslim). Kemudian pada hadits lainnya lagi, “Malu selalu mendatangkan kebaikan.” (HR. Bukhari).
Dengan
demikian, maka malu adalah out put keimanan. Siapa yang keimanannya
baik maka rasa malunya akan sempurna. Atau, siapa yang malunya kuat,
maka imannya sempurna. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah, “Malu dan iman saling bertaut. Jika salah satunya diangkat, yang lainnya juga terangkat.” (HR. Hakim).
Jadi,
tidak salah jika ada ungkapan, “Milik siapa kebaikan, iman dan akhlak?”
Semuanya adalah milik Muslim yang memelihara rasa malu.
Tidakkah Kita Malu?
Suatu
ketika datang seorang lelaki kepada Ibrahim ibn Adham dan berkata,
“Wahai Imam, aku ingin bertaubat dan meninggalkan dosa. Tetapi,
tiba-tiba aku kembali berbuat dosa. Tunjukkan padaku sesuatu yang bisa
melindungiku hingga aku tidak lagi bermaksiat kepada Allah.”
Ibrahim ibn Adham pun menjawab, “Jika engkau ingin bermaksiat kepada Allah, jangan bermaksiat di bumi-Nya.”
Orang
itu pun bertanya, “Lalu di mana aku bisa bermaksiat, sementara seluruh
bumi ini adalah milik Allah?” Ibrahim ibn Adham pun menjawab, “Tidakkah
engkau malu seluruh bumi ini milik Allah tetapi engkau masih bermaksiat
di atasnya?”
“Jika
engkau ingin bermaksiat, jangan memakan rizki dari-Nya. Orang itu pun
bertanya, “Bagaimana aku bisa hidup?” Ibrahim bin Adham pun berkata,
“Tidakkah engkau malu memakan rizki dari-Nya, sementara engkau bermaksia
kepada-Nya?” “Tidakkah engkau malu bermaksiat kepada-Nya, sementara
Allah senantiasa bersamamu dan dekat denganmu?”
Lalu,
Ibrhamin ibn Adham melanjutkan, “Jika engkau tetap ingin bermaksiat,
maka apabila malaikat maut datang kepadamu untuk mencabut nyawamu,
katakan padanya, ‘Tunggu sampai aku bertaubat!’”
Orang
itu menjawab, “Adakah yang bisa melakukan itu?” Ibrahim berkata,
“Tidakkah engkau malu malaikat maut datang kepadamu dan mengambil ruhmu
sementara engkau dalam kondisi bermaksiat?”
Bercermin
dari kisah hikmah ini, tentu kita tidak punya ruang sesenti pun untuk
berbuat hina, kecuali Allah mengetahui. Sementara, setiap hari kita
memakan rizki dari-Nya, hidup di bumi-Nya dan menikmati seluruh
anugerah-Nya. Lantas, masihkah kita tidak malu kepada-Nya dengan tetap
bangga di atas salah dan dosa-dosa yang setiap jiwa pasti pernah
melakukannya?
Sekiranya
penduduk negeri ini benar-benar beriman, tentu mereka akan malu
bermaksiat kepada Allah. Dan, sekiranya penduduk negeri ini benar-benar
serius memelihara rasa malunya, tentu tidak akan terjadi segala bentuk
kerusakan moral, kerusuhan sosial, atau pun kehidupan bebas tanpa
aturan.*
Resah Gerakan Wanita Liberal, Para Ibu Deklarasikan PERMATA
Berangkat
dari keresahan seorang Ibu yang dikenal sebagai dai’yah yang rutin
memberi kajian ibu-ibu rumah tangga di sekitar Jakarta, hari Jumat
(20/12/2013), resmi berdiri Persatuan Majelis Taklim Muslimah (PERMATA).
“Kita para
Ibu adalah tiang utama peran pendidikan anak baik di rumah maupun di
masyarakat,” demikian jelas Dr. HS. Suryani Thaher Ketua Umum PERMATA
data launching hari Jum’at (23/12/2013) di Graha Assuryaniyah Komplek At Thohiriyah, Kampung Melayu, Bukit Duri Jaksel.
PERMATA ini
sendiri bertujuan untuk membangkitkan kesadaran perempuan, terutama
kaum Ibu untuk berperan serius dalam mendidik anak-anaknya.
Menurut Suryani, saat ini, perempuan Indonesia khususnya para Muslimah, sedang dihadapi masalah serius. Mulai dari gerakan liberalisme, sekulerisme hingga syiahnisasi.
Karenanya menurutnya penting bagi para Ibu mengerti apa itu feminisme,
lesbianisme, transgender dan hal-hal yang mengancam anak-anak bangsa.
“Jangan sampai kita pergi taklim, tapi anak-anak kita justru jauh dari agama,” tambahnya.
Sementara
Wakil Sekjend PERMATA, Sri Vira Chandra menjelaskan, saat ini 65% anak
Indonesia terjebak gaya hidup seks bebas, narkotika dan hedonisme.
Belum selesai pembinaan agama pada mereka, masih ada lagi ancaman berbau agama seperti kristenisasi, syiahnisasi dan liberalisasi.
Menurut Vira, saat ini gerakan wanita liberal ingin berbagai bentuk kerusakan diatur dalam Undang-undang Negara.
“Jangan sampai saat anak ibu ingin nikah sesama jenis lalu ibu ditangkap karena ada UU melarangnya,” tambahnya.
“Mengapa bisa demikian? Karena ibu-ibu ketinggalan info jika suatu saat nanti ada UU yang melegalkannya,” tegas Vira lagi.
Menurut
Vira, itulah mengapa peran PERMATA menjadi sangat vital. PERMATA akan
mengedukasi, mendidik, mencerdaskan para orangtua untuk sadar dalam
perannya mengawal pendidikan anak-anaknya.
“Kita
jangan lagi buta politik, buta Undang-undang, kita jangan sampai tidak
tahu jika ada UU berbau liberal dan sekuler sedang diperjuangan, kita
harus mengawal bangsa dan melawan semua itu,” tandasnya lagi.
Setiap
orangtua dituntut untuk cerdas dan peka. Isu UU Kesetaraan Gender, KTP
Tanpa Kolom Agama bahkan hingga permasalahan Jalur Gaza, Suriah, Mesir,
Rohingya dan ancaman syiahnisasi adalah juga tanggung jawab para Ibu.
“Kita harus bersatu menjadi bagian perjuangan umat,” tegasnya lagi.*
Untuk Menjadi Perempuan Cerdas tak Harus jadi Feminis atau Liberal
Perempuan cerdas tidak harus jadi feminis dan liberal. Demikian disampaikan oleh Dr. Diana Thalib dalam launching organisasi Persatuan Majelis Taklim Muslimah (PERMATA), Jum’at (23/12/2013).
“Kita sebagai istri, sebagai ibu dituntut untuk
tidak hanya belajar ilmu agama dan juga paham dengan perkembangan
zaman,” demikian jelas Dr. Diana saat peluncuran di Graha Assuryaniyah
Komplek At Thohiriyah, Kampung Melayu, Bukit Duri Jaksel.
Menurut istri Dr. Hidayat Nur Wahid ini, banyak
yang sudah salah memahami peran dirinya sebagai seorang Muslimah. Ini
dikarenakan gencarnya arus liberalisasi dan sekulerisme di Indonesia.
Diana menyakini bahwa perempuan adalah ujung tombak
dari peran pembinaan keluarga. Karena itu, perempuan tidak boleh lemah
karena perempuan memiliki anugerah kekuatan yang melebihi laki-laki.
“Perempuan dikaruniai hormon ekstrogen, hormon ini
membuat kita bisa lebih kuat dari lelaki, inilah mengapa perempuan harus
ikut berjuang,” tegasnya lantang.
Diana juga memaparkan dampak-dampak hormon
ekstrogen pada diri setiap perempuan. Hormon ini membuat perempuan lebih
kuat dalam mengemban beban sebagai ibu rumah tangga.
Beberapa bukti yang dijelaskannya antara lain, kemampuan perempuan bersalin berulang kali. Mengandung anak selama 9 bulan.
“Nggak usah jauh-jauh dulu deh Bu, coba ajak
bapak-bapak ke pasar, kita mampu berjam-jam jalan kaki keliling pasar
sementara suami kita belum tentu,” jelasnya disambut senyum simpul sang
suami di depan para peserta.
Dia berharap, kehadiran PERMATA bisa menciptakan
Ibu-ibu rumah tangga yang paham agama juga mampu menjadi pemimpin di era
modernisasi saat ini.
“Ini karena semua ilmu Islam selalu memiliki dampak yang baik bagi masyarakat secara logika,” jelasnya lagi.
“Semua yang dicontohkan Rasulullah selalu mempunyai dampak kesehatan yang baik,” tambahnya.
Hal – hal seperti itulah yang seharusnya dipahami
para Ibu. Bahwa ilmu agama harus mampu ditransformasi kedalam masyarakat
kekinian. Hal ini karena Islam itu menembus batas zaman dan waktu.
“Sudah waktunya para Muslimah mengambil peran dan menjadi penguat keluarga dan perjuangan suami-suami mereka,” tambahnya.
Seperti diketahui, resah maraknya paham liberal dan feminisme, hari Jumat (20/12/2013), resmi berdiri Persatuan Majelis Taklim Muslimah (PERMATA) dan terpilih sebagai ketua, Dr. Suryani Thaher .*
"Permata Muslimah" Hadir untuk Pemberdayaan Majelis Taklim Kaum Ibu
Islamedia
- Persatuan Majelis Taklim Muslimah atau disingkat "Permata Muslimah"
hari Jum'at (20/12/2013) pukul 08.00 wib pagi ini akan dilaunching di
Graha Assuryaniyah Komplek At Thohiriyah, Kampung Melayu, Bukit Duri
Jaksel.
"Perjuangan memberdayakan dan mensejahterakan kaum ibu, salahsatu jalan utamanya adalah melalui dakwah dan adanya akses dalam perjuangan kebangsaan. untuk itulah kehadiran ormas 'Permata Muslimah' yang berupaya secara gotong royong untuk mengembangkan dakwah dan perjuangan kebangsaan khususnya dalam melibatkan peran serta kaum ibu,". Ujar DR. HS. Suryani Thaher selaku Ketua Umum Permata Muslimah dalam rilisnya yang diterima Islamedia, Jum'at (20/12/2013).
"Perjuangan dakwah melalui ormas 'Permata Muslimah' ini adalah sebagai upaya meraih keberkahaan Allah SWT dengan berbuat nyata untuk kebaikan dan kemanfaatan bagi kaum muslimah yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi pada kehidupan masyarakat yang makmur, sejahtera dan adil," Ujarnya menguraikan.
Hidayat Nur Wahid, salah seorang tokoh pendiri menuturkan, Majelis taklim kaum ibu adalah fenomena yang khas Indonesia, mereka terus tumbuh berkembang secara mengesankan di ibukota Indonesia, Jakarta dan dikota-kota penyangga (bodetabek) dan menyebar diseluruh kota-kota di Indonesia.
"Ditengah-tengah arus sekularisasi, pengaruh negatif teknologi informasi dan tayangan-tayangan TV yang mengedepankan pola hidup konsumtif. permissif dan hedonistik yang mengabaikan norma-norma agama dan akhlak mulia yang dapat meruntuhkan sendi-sendi agama dan norma sosial maka dengan hadirnya ormas Permata Muslimah ini ibarat Permata yang tidak ternilai harganya," Ungkapnya.
"Visi dan misi ormas ini dapat diterima dan didukung oleh berbagai pihak karena menghadirkan dakwah yang berkontribusi mewujudkan Indonesia yang jaya dan sejahtera, Baldatun, Thoyyibatun Waa Robbun Ghofur," Tutupnya
Perlu diketahui, Permata Muslimah adalah organisasi persatuan majelis taklim se- Indonesia yang selama ini telah melaksanakan aktifitas dakwah dan menjadi kekuatan yang mampu mengusung pemberdayaan dan perubahan untuk mencapai cita-cita bangsa.
Organisasi yang telah memiliki anggota ratusan ribu di jabodetabek dan jutaan orang di Indonesia ini didirikan oleh sejumlah tokoh, yakni:
1. DR. HS. Suryani Thaher, M.Pd
2. DR. H.M Hidayat Nur Wahid, MA
3. K.H. Sholahuddin Wahid
4. Prof.Dr. Marwah Daud Ibrahim
"Perjuangan memberdayakan dan mensejahterakan kaum ibu, salahsatu jalan utamanya adalah melalui dakwah dan adanya akses dalam perjuangan kebangsaan. untuk itulah kehadiran ormas 'Permata Muslimah' yang berupaya secara gotong royong untuk mengembangkan dakwah dan perjuangan kebangsaan khususnya dalam melibatkan peran serta kaum ibu,". Ujar DR. HS. Suryani Thaher selaku Ketua Umum Permata Muslimah dalam rilisnya yang diterima Islamedia, Jum'at (20/12/2013).
"Perjuangan dakwah melalui ormas 'Permata Muslimah' ini adalah sebagai upaya meraih keberkahaan Allah SWT dengan berbuat nyata untuk kebaikan dan kemanfaatan bagi kaum muslimah yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi pada kehidupan masyarakat yang makmur, sejahtera dan adil," Ujarnya menguraikan.
Hidayat Nur Wahid, salah seorang tokoh pendiri menuturkan, Majelis taklim kaum ibu adalah fenomena yang khas Indonesia, mereka terus tumbuh berkembang secara mengesankan di ibukota Indonesia, Jakarta dan dikota-kota penyangga (bodetabek) dan menyebar diseluruh kota-kota di Indonesia.
"Ditengah-tengah arus sekularisasi, pengaruh negatif teknologi informasi dan tayangan-tayangan TV yang mengedepankan pola hidup konsumtif. permissif dan hedonistik yang mengabaikan norma-norma agama dan akhlak mulia yang dapat meruntuhkan sendi-sendi agama dan norma sosial maka dengan hadirnya ormas Permata Muslimah ini ibarat Permata yang tidak ternilai harganya," Ungkapnya.
"Visi dan misi ormas ini dapat diterima dan didukung oleh berbagai pihak karena menghadirkan dakwah yang berkontribusi mewujudkan Indonesia yang jaya dan sejahtera, Baldatun, Thoyyibatun Waa Robbun Ghofur," Tutupnya
Perlu diketahui, Permata Muslimah adalah organisasi persatuan majelis taklim se- Indonesia yang selama ini telah melaksanakan aktifitas dakwah dan menjadi kekuatan yang mampu mengusung pemberdayaan dan perubahan untuk mencapai cita-cita bangsa.
Organisasi yang telah memiliki anggota ratusan ribu di jabodetabek dan jutaan orang di Indonesia ini didirikan oleh sejumlah tokoh, yakni:
1. DR. HS. Suryani Thaher, M.Pd
2. DR. H.M Hidayat Nur Wahid, MA
3. K.H. Sholahuddin Wahid
4. Prof.Dr. Marwah Daud Ibrahim
Kamis, 19 Desember 2013
“PERMATA MUSLIMAH” sebagai Sebuah Gerakan Perubahan
Untuk merealisasikan Gerakan Perubahan dibutuhkan sebuah wadah
yang komprehensif dan sinergis serta diakomodir oleh hukum di Indonesia.
Setelah melalui diskusi dan pertimbangan yang mendalam beberapa tokoh nasional telah
memprakarsai terbentuknya “Permata Muslimah” (Perhimpunan Majelis Ta’lim
Muslimah) sebagai Lembaga Pelaksana. Untuk merealisasikan lembaga ini secara
cepat, efisien dan efektif, majelis ta’lim yang berada di bawah koordinasi Dr.
HS Suryani Thahir M.Pd akan berperan sebagai lokomotif utama gerakan perubahan
ini.
VISI
“Menjadi kekuatan dakwah muslimah yang
terorganisir, modern, dan terdepan dalam mewujudkan Indonesia jaya dan sejahtera”
MISI
1.
Mengoptimalkan fungsi dan peran majelis ta’lim
2. Melaksanakan dan mengelola kegiatan dakwah
muslimah yang padu dan integral dalam rangka mewujudkan Islam rahmatan lil
‘alamin
3.
Menyatukan kekuatan dakwah muslimah Indonesia
4. Menjadi
sarana perjuangan dalam mewujudkan cita-cita bangsa menjadi baldatun
thayyibatun wa robbun ghofur
Latar Belakang Pemata Muslimah
Majelis Ta’lim
muslimah di Indonesia telah lama melakukan aktivitas dakwah dan menjadi
kekuatan masal yang cukup diperhitungkan. Dengan anggota yang telah mencapai
ratusan ribu di Jabodetabek bahkan jutaan orang di seluruh Indonesia seyogyanya
majelis ta’lim menjadi sebuah kekuatan yang mampu mengusung pemberdayaan dan
perubahan untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia untuk berjaya dan sejahtera
sebagaimana yang diamanahkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Selain itu
salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan bagi kaum perempuan
adalah terciptanya sumber daya perempuan
yang religius, bukan hanya perempuan yang terbangun secara fisik material.
Oleh karena itu
sebagai salah sebuah faktor sumber daya pembangunan kaum perempuan seharusnya
senantiasa berusaha dan berjuang agar dirinya menjadi wanita yang kuat dengan
terus mencari ilmu, mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, terutama
dengan membangun kehidupan beragama yang sehat bagi dirinya, keluarga,
masyarakat lingkungannya.
Salah
satu aktivitas untuk membangun kehidupan beragama itu di tengah-tengah
masyarakat adalah dengan mendakwahkan ajaran agama itu kepada masyarakat yang
masih memiliki berbagai ketertinggalan dan kekurangan. Dalam hal ini
majelis ta’lim sebagai salah satu lembaga da’wah diharapkan kiprahnya
dalam menangani masalah sosial kesejahteraan dan sosial ekonomi yang menjadi
problem besar masyarakat umat Islam di Indonesia.
Problem tersebut antara lain hasil
pengukuran HDI (Human Development Index) yang dicapai Indonesia pada tahun 2012
masih sangat memprihatinkan1. Kita menghadapi tantangan serius karena masih
berada di urutan ke 121 dari 186 negara di dunia (bandingkan dengan Singapura urutan ke 18,
Brunei Darussalam di urutan ke 30, Malaysia = 64).
Posisi majelis ta’lim menjadi strategis
dan sangat berperan sebagai pembina masyarakat kaum ibu dengan semangat swadaya
dan langsung. Dari majelis ta’lim yang
jumlahnya ribuan itu, proses pemberdayaan perempuan dan perubahan haruslah
diyakini mampu dilakukan sesuai dengan misi “pembebasan” yang diserukan oleh Al-Qur’an,
yaitu pembebasan manusia dari kegelapan menuju cahaya (yukhrijuhum minazh-zhulumati ilan-nuur)
Saat ini diakui memang fungsi majelis
ta’lim secara umum sebagian besar masih terbatas pada pengajaran agama dengan metode ceramah/penyuluhan).
Namun dengan ketokohan para ustadzah pimpinan majelis ta’lim yang mendapat
kepercayaan penuh dari jamaah yang solid dan setia maka kegiatan majelis ta’lim dapat dimodifikasi ke dalam kegiatan
dakwah yang konkret, terorganisir, sinergis, sehingga dapat memberikan solusi
bagi problema yang dihadapi umat.
Langganan:
Postingan (Atom)