Cari Blog Ini

Sabtu, 21 Desember 2013

Menelisik Peranan Kaum Ibu di Masa Kini

Tepatnya pada 22 Desember 1959, Hari Ibu ditetapkan oleh bapak presiden pertama melalui Dekrit Presiden Nomor 316. Misi penetapan Hari Ibu itu tidaklah lain kecuali untuk mengenang dan tidak melupakan sejarah semangat perjuangan kaum perempuan khususnya kaum ibu menuju kemerdekaan dan pembangunan bangsa Indonesia.
Disebutkan bahwa 22 Desember adalah tonggak sejarah perjuangan kemerdekaan oleh kaum ibu dan perempuan Indonesia. Pada 22/12 sampai dengan 25/12/1928 mereka melaksanakan kongres perempuan Indonesia yang pertama di Yogjakarta, sebagai symbol dari perhimpunan pergerakan perjuangan kaum perempuan merebut kemerdekaan bangsa.
Kongres itu beranggotakan sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Bagian dari agenda pokok yang mereka tetapkan adalah mensinergikan organisasi-organisasi perempuan Indonesia dalam sebuah federasi dengan menghapus titik-titik perbedaan latar belakang politik, suku, status social, dan bahkan agama guna mnuju persatuan melawan kemerdekaan indonesia.(detik.com)
Dan dari kongres perempuan pertama, dihasilkan beberapa rumusan rekomendasi penting terhadap pemerintah diantaranya adalah sebagai berikut: mengijinkan kaum perempuan untuk ikut berjuang melawan kemerdekaan, memberikan ruang bagi kaum perempuan untuk ikut berpartisipasi dalam segala aspek pembangunan bangsa, pemberian beasiswa terhadap anak perempuan, pembangunan infrastruktur sekolah perempuan, penolakan tradisi perkawinan anak perempuan dibawah umur termasuk kawin paksa, pemberlakuan syarat-syarat perceraian yang tidak merugikan hidup kaum perempuan, pemberian gizi dan kesehatan bagi kaum ibu dan anak perempuan dan beberapa poin penting lainnya.
Hal demiklianlah, yang mendasari pentingnya kita khususnya kaum ibu mengenang jasa-jasa mereka agar tidak dituduh melupakan sejarah. Namun dibalik pengenangan dan peringatan itu kita jangan cuma terlena dan terbuai dengan kemilangan mereka, sehingga kita melupakan akan peranan kaum ibu dalam mencetak generasi bangsa saat ini. Bagaimanakah semangat juang kaum ibu saat ini dalam melahhirkan generasi bangsa yang baik? Adakah dalam diri mereka kesemangatan untuk melahirkan pahlawan-pahlawan masa kini? Atau malah sebaliknya?
Sangatlah pas pada moment ini jika kita menelisik dan melihat kembali realitas peranan kaum ibu dalam mencetak dan mendidik generasi bangsa yang baik. Pasalnya, ibu adalah pendidik pertama dan utama bagi gerasi bangsa. Ibu adalah sekolah terdepan yang sangat menentukan karakter peserta didik. Ibu adalah sebagai barometer baik tidaknya suatu generasi. Generasi yang baik akan ditentukan oleh benar tidaknya ibu mengasuh dan mendidik sang anak sebagai generasi bangsa. Generasi akan baik dan unggul jika ibu mengasuh dan mendidiknya dengan baik.
Namun setelah kita membaca realitas kaum ibu saat ini, banyak dari mereka yang kurang baik bahkan tidak becus mengasuh dan mendidik anaknya. Mereka mengesampingkan dan bahakn melupakan tugas-tugas keibuan. Mereka lebih terlena dan terbuai dengan tugas-tugas yang berbau meterialistik terbawa arus mengayikkan. Sehingga tak sedikit dari generasi bangsa saat ini yang mempunyai mental ciut, tidak beradab dan tidak bermoral, yang berpotensi membuat kerusakan dan kekerasan.
Hal itu terjadi, karena mereka kaum ibu tidak sadar bahwa tugas-tugas kibuan itu merupakan bentuk dan wujud dari perjuangan yang sngat mulia dan istimewa baik secara vertical maupun horizontal. Maka dari itu diharuskan bagi pemerintah, berbagai elemen masyarakat lainnya dan kaum bapak untuk membantu dan membangunkan mereka dari hal-hal yang dapat mengalihkan kaum ibu dari tugas pokoknya sebgai ibu. Karena bagaimanapun tidak keharmonisan suatu Negara dan bangsa sangat bergantung pada generasinya. Jika generasi baik maka Negara juga akan baik. Dan generasi tak akan pernah baik jika kaum ibu tidak betul-betul baik untuk menjadi sekolah yang baik.
SELAMAT MEMPERINGATI HARI IBU!
Semoga kaum ibu masa kini betul-betul sadar akan peranannya sebagai ibu, untuk kemudian mereka mempunyai tekad yang sungguh-sungguh untuk melahirkan generasi yang baik, beradab dan bermora

Siapa masih punya Malu, tanda Dia masih Beriman!

SATU di antara sebab utama terjadinya problem bahkan konflik di muka bumi ini adalah karena tidak adanya rasa malu. Nihilnya rasa malu, menjadikan manusia lebih buas dari buaya, lebih ganas dari singa dan lebih jahat dari binatang buas lainnya.
Tetapi tetap saja, rasa malu dianggap sebagai hal biasa. Sudah tidak banyak lagi yang menyadari bahwa rasa malu sejatinya sangat menentukan segala sesuatu, termasuk nasib suatu bangsa dan negara.
Seperti apa yang belakangan ini marak terjadi, korupsi, ketidakadilan, perselingkuhan, perampokan dan pembunuhan dan berbagai macam tindak kemaksiatan, termasuk yang kini lagi populer di ibu kota negara dengan istilah ‘cabe-cabean’, semua berawal dari tidak adanya rasa malu.
Malu ini adalah satu bentuk akhlak yang paling penting dari setiap Muslim. Akhlak yang sangat berpenaruh pada individu, keluarga, dan masyarakat. Namun sayang, akhlak ini seakan-akan sudah asing dalam kehidupan.
Kini, banyak berita di media yang isinya saling salah-menyalahkan, saling berlomba untuk diakui yang terhebat, terdepan dan terpercaya. Bahkan ada yang pamer aurat, cipika-cipiki dengan lawan jenis yang tidak halal.
Arti Malu
Dalam buku Akhlaq al-Mu’min yang ditulis oleh Amru Muhammad Khalid, malu diartikan sebagai terkendalinya jiwa. Yakni, ketidakmampuan seorang Muslim melakukan perbuatan-perbuatan tercela atau sesuatu yang buruk. Dengan kata lain, Muslim yang pemalu adalah Muslim yang tidak bisa melihat dirinya hina di hadapan Allah Ta’ala, di hadapan manusia, atau di hadapan dirinya sendiri.
Dengan demikian, Muslim yang pemalu adalah Muslim yang mulia. Ia memuliakan dirinya di hadapan Allah, di hadapan manusia, dan di hadapan dirinya sendiri. Berarti, Muslim yang pemalu adalah Muslim yang benar-benar kuat keimanannya, sehingga ia tidak melakukan kehinaan meski terhadap dirinya sendiri, lebih-lebih kepada orang lain, apalagi kepada Allah Ta’ala.
Kata haya’ yang artinya malu berasal dari kata ‘hayah’ yang artinya ‘Kehidupan.’ Karena itu kalau kita berkata, “Orang itu malu,” berarti orang itu memiliki denyut kehidupan yang kuat, sehingga ia benar-benar menjaga diri agar tidak terperosok dalam kehinaan.
Jadi, tidak salah jika ada ungkapan seperti ini, “Manusia yang paling sempurna hidupnya adalah manusia yang paling sempurna rasa malunya.”
Malu bukan Minder
Namun demikian, masih banyak orang yang salah paham. Malu kadangkala dianggap sebagai sifat rendah diri alias minder. Padahal, keduanya sangatlah jauh berbeda. Menurut satu pendapat, minder diartikan sebagai kebingungan yang muncul pada diri manusia sebagai akibat dari situasi tertentu.
Lebih dari itu, minder tidak berasal dari keimanan yang kuat. Ia justru lahir dari sifat pengecut dan dari sifat takut. Karena pribadi yang minder adalah pribadi yang lemah, yang tidak mengetahui nilai dirinya.
Sedangkan malu, tidak bersumber dari sifat buruk seperti pengecut dan penakut. Malu bersumber dari keimanan yang kuat, sehingga Muslim yang pemalu adalah Muslim yang menjauhi segala bentuk kehinaan.
Bagian dari Iman
Rasulullah bersabda, “Iman mempunyai enam puluh lebih cabang. Dan malu adalah salah satu cabangnya.” (HR. Bukhari).
Mari kita kaji secara logis, mengapa dari enam puluh cabang iman malu yang beliau sampaikan? Berarti, malu adalah pengantar terbaik seorang Muslim sampai pada 59 cabang iman lainnya. Mengapa?
Dengan malu, seorang Muslim tidak akan berzina, menampakkan auratnya kepada semua orang, mencuri apalagi korupsi. Bahkan dengan malu seorang Muslim tidak akan menghina atau membicarakan aib saudaranya. Jadi, malu bisa mencegah seorang Muslim dari berbuat jahat.
Kemudian, secara naqli, Rasulullah menjelaskan pada hadits yang lainnya. “Malu seluruhnya baik.” (HR. Muslim). Kemudian pada hadits lainnya lagi, “Malu selalu mendatangkan kebaikan.” (HR. Bukhari).
Dengan demikian, maka malu adalah out put keimanan. Siapa yang keimanannya baik maka rasa malunya akan sempurna. Atau, siapa yang malunya kuat, maka imannya sempurna. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah, “Malu dan iman saling bertaut. Jika salah satunya diangkat, yang lainnya juga terangkat.” (HR. Hakim).
Jadi, tidak salah jika ada ungkapan, “Milik siapa kebaikan, iman dan akhlak?” Semuanya adalah milik Muslim yang memelihara rasa malu.
Tidakkah Kita Malu?
Suatu ketika datang seorang lelaki kepada Ibrahim ibn Adham dan berkata, “Wahai Imam, aku ingin bertaubat dan meninggalkan dosa. Tetapi, tiba-tiba aku kembali berbuat dosa. Tunjukkan padaku sesuatu yang bisa melindungiku hingga aku tidak lagi bermaksiat kepada Allah.”
Ibrahim ibn Adham pun menjawab, “Jika engkau ingin bermaksiat kepada Allah, jangan bermaksiat di bumi-Nya.”
Orang itu pun bertanya, “Lalu di mana aku bisa bermaksiat, sementara seluruh bumi ini adalah milik Allah?” Ibrahim ibn Adham pun menjawab, “Tidakkah engkau malu seluruh bumi ini milik Allah tetapi engkau masih bermaksiat di atasnya?”
“Jika engkau ingin bermaksiat, jangan memakan rizki dari-Nya. Orang itu pun bertanya, “Bagaimana aku bisa hidup?” Ibrahim bin Adham pun berkata, “Tidakkah engkau malu memakan rizki dari-Nya, sementara engkau bermaksia kepada-Nya?” “Tidakkah engkau malu bermaksiat kepada-Nya, sementara Allah senantiasa bersamamu dan dekat denganmu?”
Lalu, Ibrhamin ibn Adham melanjutkan, “Jika engkau tetap ingin bermaksiat, maka apabila malaikat maut datang kepadamu untuk mencabut nyawamu, katakan padanya, ‘Tunggu sampai aku bertaubat!’”
Orang itu menjawab, “Adakah yang bisa melakukan itu?” Ibrahim berkata, “Tidakkah engkau malu malaikat maut datang kepadamu dan mengambil ruhmu sementara engkau dalam kondisi bermaksiat?”
Bercermin dari kisah hikmah ini, tentu kita tidak punya ruang sesenti pun untuk berbuat hina, kecuali Allah mengetahui. Sementara, setiap hari kita memakan rizki dari-Nya, hidup di bumi-Nya dan menikmati seluruh anugerah-Nya. Lantas, masihkah kita tidak malu kepada-Nya dengan tetap bangga di atas salah dan dosa-dosa yang setiap jiwa pasti pernah melakukannya?
Sekiranya penduduk negeri ini benar-benar beriman, tentu mereka akan malu bermaksiat kepada Allah. Dan, sekiranya penduduk negeri ini benar-benar serius memelihara rasa malunya, tentu tidak akan terjadi segala bentuk kerusakan moral, kerusuhan sosial, atau pun kehidupan bebas tanpa aturan.*

Resah Gerakan Wanita Liberal, Para Ibu Deklarasikan PERMATA

Berangkat dari keresahan seorang Ibu yang dikenal sebagai dai’yah yang rutin memberi kajian ibu-ibu rumah tangga di sekitar Jakarta, hari Jumat (20/12/2013), resmi berdiri Persatuan Majelis Taklim Muslimah (PERMATA).
“Kita para Ibu adalah tiang utama peran pendidikan anak baik di rumah maupun di masyarakat,” demikian jelas Dr. HS. Suryani Thaher Ketua Umum PERMATA data launching hari Jum’at (23/12/2013) di Graha Assuryaniyah Komplek At Thohiriyah, Kampung Melayu, Bukit Duri Jaksel.
PERMATA ini sendiri bertujuan untuk membangkitkan kesadaran perempuan, terutama kaum Ibu untuk berperan serius dalam mendidik anak-anaknya.
Menurut Suryani, saat ini,  perempuan Indonesia khususnya para Muslimah, sedang dihadapi masalah serius. Mulai dari gerakan liberalisme, sekulerisme hingga syiahnisasi. Karenanya menurutnya penting bagi para Ibu mengerti apa itu feminisme, lesbianisme, transgender dan hal-hal yang mengancam anak-anak bangsa.
“Jangan sampai kita pergi taklim, tapi anak-anak kita justru jauh dari agama,” tambahnya.
Sementara Wakil Sekjend PERMATA, Sri Vira Chandra menjelaskan, saat ini 65% anak Indonesia terjebak gaya hidup seks bebas, narkotika dan hedonisme.
Belum selesai pembinaan agama pada mereka, masih ada lagi ancaman berbau agama seperti kristenisasi, syiahnisasi dan liberalisasi.
Menurut Vira, saat ini gerakan wanita liberal ingin berbagai bentuk kerusakan diatur dalam Undang-undang Negara.
“Jangan sampai saat anak ibu ingin nikah sesama jenis lalu ibu ditangkap karena ada UU melarangnya,” tambahnya.
“Mengapa bisa demikian? Karena ibu-ibu ketinggalan info jika suatu saat nanti ada UU yang melegalkannya,” tegas Vira lagi.
Menurut Vira, itulah mengapa peran PERMATA menjadi sangat vital. PERMATA akan mengedukasi, mendidik, mencerdaskan para orangtua untuk sadar dalam perannya mengawal pendidikan anak-anaknya.
“Kita jangan lagi buta politik, buta Undang-undang, kita jangan sampai tidak tahu jika ada UU berbau liberal dan sekuler sedang diperjuangan, kita harus mengawal bangsa dan melawan semua itu,” tandasnya lagi.
Setiap orangtua dituntut untuk cerdas dan peka. Isu UU Kesetaraan Gender, KTP Tanpa Kolom Agama bahkan hingga permasalahan Jalur Gaza, Suriah, Mesir, Rohingya dan ancaman syiahnisasi adalah juga tanggung jawab para Ibu.
“Kita harus bersatu menjadi bagian perjuangan umat,” tegasnya lagi.*

Untuk Menjadi Perempuan Cerdas tak Harus jadi Feminis atau Liberal

Perempuan cerdas tidak harus jadi feminis dan liberal. Demikian disampaikan oleh Dr. Diana Thalib dalam launching organisasi Persatuan Majelis Taklim Muslimah (PERMATA), Jum’at (23/12/2013).
“Kita sebagai istri, sebagai ibu dituntut untuk tidak hanya belajar ilmu agama dan juga paham dengan perkembangan zaman,” demikian jelas Dr. Diana saat peluncuran di Graha Assuryaniyah Komplek At Thohiriyah, Kampung Melayu, Bukit Duri Jaksel.
Menurut istri Dr. Hidayat Nur Wahid ini, banyak yang sudah salah memahami peran dirinya sebagai seorang Muslimah. Ini dikarenakan gencarnya arus liberalisasi dan sekulerisme di Indonesia.
Diana menyakini bahwa perempuan adalah ujung tombak dari peran pembinaan keluarga. Karena itu, perempuan tidak boleh lemah karena perempuan memiliki anugerah kekuatan yang melebihi laki-laki.
“Perempuan dikaruniai hormon ekstrogen, hormon ini membuat kita bisa lebih kuat dari lelaki, inilah mengapa perempuan harus ikut berjuang,” tegasnya lantang.
Diana juga memaparkan dampak-dampak hormon ekstrogen pada diri setiap perempuan. Hormon ini membuat perempuan lebih kuat dalam mengemban beban sebagai ibu rumah tangga.
Beberapa bukti yang dijelaskannya antara lain, kemampuan perempuan bersalin berulang kali. Mengandung anak selama 9 bulan.
Nggak usah jauh-jauh dulu deh Bu, coba ajak bapak-bapak ke pasar, kita mampu berjam-jam jalan kaki keliling pasar sementara suami kita belum tentu,” jelasnya disambut senyum simpul sang suami di depan para peserta.
Dia berharap, kehadiran PERMATA bisa menciptakan Ibu-ibu rumah tangga yang paham agama juga mampu menjadi pemimpin di era modernisasi saat ini.
“Ini karena semua ilmu Islam selalu memiliki dampak yang baik bagi masyarakat secara logika,” jelasnya lagi.
“Semua yang dicontohkan Rasulullah selalu mempunyai dampak kesehatan yang baik,” tambahnya.
Hal – hal seperti itulah yang seharusnya dipahami para Ibu. Bahwa ilmu agama harus mampu ditransformasi kedalam masyarakat kekinian. Hal ini karena Islam itu menembus batas zaman dan waktu.
“Sudah waktunya para Muslimah mengambil peran dan menjadi penguat keluarga dan perjuangan suami-suami mereka,” tambahnya.
Seperti diketahui, resah maraknya paham liberal dan feminisme, hari Jumat (20/12/2013), resmi berdiri Persatuan Majelis Taklim Muslimah (PERMATA) dan terpilih sebagai ketua, Dr. Suryani Thaher .*

"Permata Muslimah" Hadir untuk Pemberdayaan Majelis Taklim Kaum Ibu

Islamedia - Persatuan Majelis Taklim Muslimah atau disingkat "Permata Muslimah" hari Jum'at (20/12/2013) pukul 08.00 wib pagi ini akan dilaunching di Graha Assuryaniyah Komplek At Thohiriyah, Kampung Melayu, Bukit Duri Jaksel.

"Perjuangan memberdayakan dan mensejahterakan kaum ibu, salahsatu jalan utamanya adalah melalui dakwah dan adanya akses dalam perjuangan kebangsaan. untuk itulah kehadiran ormas 'Permata Muslimah' yang berupaya secara gotong royong untuk mengembangkan dakwah dan perjuangan kebangsaan khususnya dalam melibatkan peran serta kaum ibu,". Ujar DR. HS. Suryani Thaher selaku Ketua Umum Permata Muslimah dalam rilisnya yang diterima Islamedia, Jum'at (20/12/2013).

"Perjuangan dakwah melalui ormas 'Permata Muslimah' ini adalah sebagai upaya meraih keberkahaan Allah SWT dengan berbuat nyata untuk kebaikan dan kemanfaatan bagi kaum muslimah yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi pada kehidupan masyarakat yang makmur, sejahtera dan adil," Ujarnya menguraikan.

Hidayat Nur Wahid, salah seorang tokoh pendiri menuturkan, Majelis taklim kaum ibu adalah fenomena yang khas Indonesia, mereka terus tumbuh berkembang secara mengesankan di ibukota Indonesia, Jakarta dan dikota-kota penyangga (bodetabek) dan menyebar diseluruh kota-kota di Indonesia.

"Ditengah-tengah arus sekularisasi, pengaruh negatif teknologi informasi dan tayangan-tayangan TV yang mengedepankan pola hidup konsumtif. permissif dan hedonistik yang mengabaikan norma-norma agama dan akhlak mulia yang dapat meruntuhkan sendi-sendi agama dan norma sosial maka dengan hadirnya ormas Permata Muslimah ini ibarat Permata yang tidak ternilai harganya," Ungkapnya.

"Visi dan misi ormas ini dapat diterima dan didukung oleh berbagai pihak karena menghadirkan dakwah yang   berkontribusi mewujudkan Indonesia yang jaya dan sejahtera, Baldatun, Thoyyibatun Waa Robbun Ghofur," Tutupnya

Perlu diketahui, Permata Muslimah adalah organisasi persatuan majelis taklim se- Indonesia yang selama ini telah melaksanakan aktifitas dakwah dan menjadi kekuatan yang mampu mengusung pemberdayaan dan perubahan untuk mencapai cita-cita bangsa. 

Organisasi yang telah memiliki anggota ratusan ribu di jabodetabek dan jutaan orang di Indonesia ini didirikan oleh sejumlah tokoh, yakni:

1. DR. HS. Suryani Thaher, M.Pd
2. DR. H.M Hidayat Nur Wahid, MA
3. K.H. Sholahuddin Wahid
4. Prof.Dr. Marwah Daud Ibrahim

Kamis, 19 Desember 2013

“PERMATA MUSLIMAH” sebagai Sebuah Gerakan Perubahan



Untuk merealisasikan Gerakan Perubahan dibutuhkan sebuah wadah yang komprehensif dan sinergis serta diakomodir oleh hukum di Indonesia. Setelah melalui diskusi dan pertimbangan yang mendalam beberapa tokoh nasional telah memprakarsai terbentuknya “Permata Muslimah” (Perhimpunan Majelis Ta’lim Muslimah) sebagai Lembaga Pelaksana. Untuk merealisasikan lembaga ini secara cepat, efisien dan efektif, majelis ta’lim yang berada di bawah koordinasi Dr. HS Suryani Thahir M.Pd akan berperan sebagai lokomotif utama gerakan perubahan ini.




VISI
“Menjadi kekuatan dakwah muslimah yang  terorganisir, modern, dan terdepan dalam mewujudkan  Indonesia jaya dan sejahtera”

MISI

1.       Mengoptimalkan fungsi dan peran majelis ta’lim 

2.   Melaksanakan dan mengelola kegiatan dakwah muslimah yang padu dan integral dalam rangka mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamin

3.       Menyatukan kekuatan dakwah muslimah Indonesia 

4.   Menjadi sarana perjuangan dalam mewujudkan cita-cita bangsa menjadi baldatun thayyibatun wa robbun ghofur

Latar Belakang Pemata Muslimah



Majelis Ta’lim muslimah di Indonesia telah lama melakukan aktivitas dakwah dan menjadi kekuatan masal yang cukup diperhitungkan. Dengan anggota yang telah mencapai ratusan ribu di Jabodetabek bahkan jutaan orang di seluruh Indonesia seyogyanya majelis ta’lim menjadi sebuah kekuatan yang mampu mengusung pemberdayaan dan perubahan untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia untuk berjaya dan sejahtera sebagaimana yang diamanahkan oleh Pancasila dan UUD 1945.   
     Selain itu  salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan bagi kaum perempuan adalah  terciptanya sumber daya perempuan yang religius, bukan hanya perempuan yang terbangun secara fisik material.
     Oleh karena itu sebagai salah sebuah faktor sumber daya pembangunan kaum perempuan seharusnya senantiasa berusaha dan berjuang agar dirinya menjadi wanita yang kuat dengan terus mencari ilmu, mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, terutama dengan membangun kehidupan beragama yang sehat bagi dirinya, keluarga, masyarakat lingkungannya.                                                                                                                                              
     Salah satu aktivitas untuk membangun kehidupan beragama itu di tengah-tengah masyarakat adalah dengan mendakwahkan ajaran agama itu kepada masyarakat yang masih memiliki berbagai ketertinggalan dan kekurangan.  Dalam hal ini   majelis ta’lim sebagai salah satu lembaga da’wah diharapkan kiprahnya dalam menangani masalah sosial kesejahteraan dan sosial ekonomi yang menjadi problem besar masyarakat umat Islam di Indonesia.
     

       Problem tersebut antara lain hasil pengukuran HDI (Human Development Index) yang dicapai Indonesia pada tahun 2012 masih sangat memprihatinkan1.  Kita menghadapi tantangan serius karena masih berada di urutan ke 121 dari 186 negara di dunia  (bandingkan dengan Singapura urutan ke 18, Brunei Darussalam di urutan ke 30, Malaysia = 64).

     Posisi majelis ta’lim menjadi strategis dan sangat berperan sebagai pembina masyarakat kaum ibu dengan semangat swadaya dan langsung.  Dari majelis ta’lim yang jumlahnya ribuan itu, proses pemberdayaan perempuan dan perubahan haruslah diyakini mampu dilakukan sesuai dengan misi  “pembebasan” yang diserukan oleh Al-Qur’an, yaitu pembebasan manusia dari kegelapan menuju cahaya (yukhrijuhum minazh-zhulumati ilan-nuur)
     Saat ini diakui memang fungsi majelis ta’lim secara umum sebagian besar masih terbatas  pada pengajaran agama dengan metode ceramah/penyuluhan). Namun dengan ketokohan para ustadzah pimpinan majelis ta’lim yang mendapat kepercayaan penuh dari jamaah yang solid dan setia  maka kegiatan majelis  ta’lim dapat dimodifikasi ke dalam kegiatan dakwah yang konkret, terorganisir, sinergis, sehingga dapat memberikan solusi bagi problema yang dihadapi umat.